Kembali Ke Ambon (part akhir)

Sebelum membaca post ini, supaya nyambung boleh juga dibaca part 1 dan part 2 nya ☺

Masih seputar pantai, kali ini kami memilih Pulau Pombo dan Pulau Molana sebagai destinasi kami berikutnya. Di mana hari sebelumnya kami sudah memesan speedboat kecil (untuk 6 orang) di pelabuhan Mamokeng, dekat Tulehu. Ah saya lupa nama pemilik speedboatnya. Dia membuka harga 1,6 juta untuk mengantar ke Pulau Pombo dan Molana. Setelah tawar menawar akhirnya sepakat di harga 1,5 juta. Mahal memang, tapi kami setuju karena melihat kondisi ombak yang besar di Bulan Desember dan dia bersedia mengantar kami.

Esok harinya, kami bangun pukul 6 pagi untuk menyiapkan bekal yang akan kami bawa ke Pulau, sebab kedua pulau tersebut tak berpenghuni dan tidak ada yang berjualan. Kami memasak ikan goreng, cah kangkung, serta telor dadar. Pukul 9 kami sudah siap semua, menunggu angkot ke terminal mardika di depan gang rumah. Dari Terminal Mardika kami naik angkot ke Pelabuhan Tulehu dan turun di pertigaan Pelabuhan Mamokeng. Kurang lebih pukul 10 kami sampai di Pelabuhan Mamokeng, kami membayar retribusi masuk dermaga dan pemilik speed pun siap mengantar kami. Kami disambut angin kencang dan air laut yang terus bergelombang, kami lihat kapal kecil yang sedang bersadar terus terombang-ambing karena ombak. Namun, kami tetap ingin melanjutkan perjalanan kami. Kami sepakat untuk ke Pulau Molana terlebih dahulu karena jaraknya lebih jauh, memakan waktu kurang lebih 1 jam.  


Sungguh pengalaman baru untuk saya pribadi, selama 1 jam penuh berada di kapal kecil di tengah lautan luas dengan angin kencang dan ombak yang tiada hentinya menggoncang kapal. Perjalanan laut yang sungguh mendebarkan, yang membuat saya hanya mampu merenung saja di kapal dan sesekali merekam keadaaan sekitar. Sebab duduk di kapal seperti naik bajaj di darat dengan medan penuh polisi tidur, dan entah berapa kali air masuk ke kapal menyiram kami. Alhasil, adik yang paling kecil pusing,  adik ipar dan pacarnya juga sakit kepala, pucat dan muntah. Beruntung keadaan itu hanya berlangsung selama di kapal saja, saat sudah tiba di pulau kami semua dalam keadaan baik.


Seperti di vidio inilah kira-kira gambaran perjalanan laut kami.



Kapal kami bersandar lumayan jauh dari lokasi utama pulau, sebab ombak yang besar menyulitkan pemilik kapal untuk menyandarkannya. Setibanya di pulau kami langsung mencari tempat untuk samamenikmati bekal yang kami bawa. Kami duduk di pinggiran pantai, di bawah pohon beralaskan akar pohon sebagai kursi kami. Setelah kenyang, kami pun langsung foto-foto, main pasir, dan mandi di pantai. tapi saya pribadi memilih tidak main air di pantai, sebab di Molana tidak tersedia air bersih untuk bilasan. Kamar mandi/toilet ada tapi tidak ada airnya, ataupun kalau ada, airnya berpasir. Selain itu juga, kalau ingin snorkling harus membawa alatnya sendiri, sebab tidak ada penyewaan di pulau ini dan seperti yang sudah saya bilang diawal, tak ada yang berjualan makanan maupun minuman. Namun, ada homestay untuk yang ingin bermalam. Keadaan pulau ini cukup bersih, dengan pasir putih dan gradasi air lautnya yang enak dipandang. Saat kami kesana, pulau ini tak hanya dikunjungi wisatawan lokal, namun juga wisatawan mancanegara. Walau begitu pulau ini masih termasuk pulau yang sepi pengunjung dan sangat terjaga keindahan pulaunya.



seperti ini kapalnya








Kami benar-benar menikmati kegiatan kami di pulau ini, sehingga tak terasa saat kami melihat jam hendak pergi ke Pulau Pombo, waktu menunjukkan pukul 3 sore, dan akhirnya kami memutuskan tidak jadi pergi ke Pulau Pombo, kerna sudah sore, adik-adik pun sudah tampak lelah, dan ombak juga tak kunjung reda, takut kalau dipaksakan nanti ada yang sakit. Pemilik kapal juga bilang tak bisa bersandar di Pulau Pombon kalau ombak besar seperti ini, ya jadilah kami melanjutkan kegiatan di Molana saja. Pukul 4 kami semua sudah siap untuk kembali ke kota Ambon. Sebelum pulang, kami harus membayar retribusi kebersihan pulau sebesar Rp 20.000/orang kepada mama penjaga pualu ini. Sangat disayangkan diantara kami tak ada yang snorkling, jadi tidak bisa memberikan gambaran keindahan bawah lautnya. Perjalanan pulang pun ditempuh dalam waktu yang sama. Jam 5 sore kami sudah tiba kembali ke Pelabuhan Mamokeng, dan langsung mencari angkot pulang.

intermezo..


Selain main di pantai-pantai saya juga sempat mengunjungi ikon kota Ambon, Jembatan Merah Putih serta patung Christina Martha Tiahahu, sebelum pulang ke Jakarta.

Dengan diresmikannya Jembatan Merah Putih oleh Presiden Jokowi pada April 2016, jarak dan waktu tempuh dari Bandara Pattimura, Universitas Pattimura ke pusat kota Ambon menjadi 2 kali lebih cepat, yang dahulu butuh 1,5jam perjalanan darat karena harus mengitari teluk, kini menjadi +/- 40 menit saja.




Christina Martha Tiahahu

Comments

Popular posts from this blog

Mendaki Gunung Slamet via Bambangan

Short Escape ke Purwakarta

Cibodas-Cipanas on the weekend