Mendaki Gunung Slamet via Bambangan

Untuk sampai basecamp Bambangan dari Jakarta bisa menggunakan bus sampai Terminal Purbalingga atau naik kereta api tujuan Stasiun Purwokerto. Kalau saya pribadi lebih suka naik kereta daripada bus. Tiket kereta api dari Gambir ke Purwokerto sudah dipesan jauh-jauh hari, dan sampai pada hari H saya baru menyadari sepertinya saya salah mengatur jadwal keberangkatan. Saya memesan kereta yang berangkatnya pukul 10 malam dan tiba pukul 3 pagi di Purwokerto. Saya pikir nanti di stasiun juga akan bertemu rombongan pendaki lain yang mau ke Slamet, lalu langsung mencarter mobil sampai ke basecamp Bambangan . Ternyata begitu sampai stasiun hanya ada kami (saya dan suami) pendaki yang ingin ke Slamet, selebihnya mau ke Prau atau Sindoro-Sumbing. Dengan keyakinan yang sama, kami tetap menunggu pendaki lain sampai jam 5 pagi, tapi tetap saja tak ada. Saat itu sudah beberapa supir mobil angkutan yang menawari kami untuk mencarter saja atau tunggu sampai jam 8 pagi biasanya pendaki baru datang di jam tersebut. Bagi saya yang biasanya kalau mendaki sampai tempat tujuannya lebih lambat 2 jam dari pendaki lainnya tak bisa menunggu sampai jam 8, karena perjalanan ke basecamp saja butuh waktu sekitar 1-1,5 jam, belum lagi beres-beres sarapan, lapor diri, dll. Maka saat itu saya putuskan untuk mencarter saja 1 mobil avanza yang kebetulan supirnya ingin pulang ke Purbalingga juga, pertama si bapak memberi harga 250 ribu, tapi bisa ditawar jadi 200 ribu saja. Sekitar pukul 7 kami pun sampai di Basecamp Bambangan, dan ternyata disana sudah ramai sekali dengan pendaki yang tiba di hari sebelumnya dan bermalam disana. Ada tempat cukup luas untuk pendaki rebahan di basecamp Bambangan ini dan tak membayar sepeserpun , juga ada beberapa toilet yang cukup layak untuk dipakai dengan air yang berlimpah. Ada warung yang tak hanya menjual makanan, tapi juga perlengkapan pendakian. Lewat jalur ini pendaki harus membayar biaya pendakian sebesar 10 ribu rupiah, 5 ribu untuk simaksi, 5 ribu untuk pohon yang diwajibkan dibawa oleh pendaki dari basecamp dan ditanam di area hutan di pos mana saja.

Jalur pendakian diawali dengan trek berbatu yang cukup lebar serta dikelilingi perkebunan bawang di sisi kanan kirinya, sekitar 15 menit barulah sampai di area hutan., dan selanjutnya.. jangan berharap ada trek bonus di pendakian Slamet ini :)
Setelah masuk area hutan, jalur pendakian sampai pos 9 berupa tanah, yang kalau hujan akan sangat licin. Dari pos 9 sampai puncak barulah jalur berupa pasir dan batu-batuan yang mengharuskan pendaki hati-hati sekali dalam melangkah. Untuk mengurangi beban pendakian, bisa dengan mengurangi logistik yang dibawa, sebab dari pos 1 sampai pos 7 ada warung yang menjual makanan berat, cemilan, minuman, juga buah. Waktu pendakian yang kami tempuh dari basecamp ke pos 5 adalah 9 jam, dari jam 8 pagi sampai tempat camp jam 5 sore, ya karena memang kekuatan kaki dan napas saya terbatas ditambah jalurnya luar biasa menanjak. Mungkin kalau pendaki lain normalnya 6-7 jam. Saya sendiri lupa pembagian waktu mendaki ke tiap pos berapa jam, yang jelas terpanjang ialah dari basecamp ke pos 1, kalau dari pos 1 ke pos2 sampai ke pos 4, relatif salam jaraknya, dan dari pos 4 ke pos 5 lebih pendek. Karena saking fokus mengatur napas dan langkah kaki maka saya tak banyak memfoto situasi pendakian apalagi untuk selfie. Namun, saya ingat betul kalau di setiap posnya ada lahan yang cukup untuk mendirikan beberapa tenda, yang cukup luas ada di pos 3, 5, dan 7. Waktu saya mendaki juga ada yang mendirikan tenda di pos 4 (Samarantu) yang kata orang-orang seram. 

panduan jarak pendakian yang diberikan saat registrasi




pos 1


Ketika kami sampai di tempat camp pos 5, kami kesulitan mencari lahan untuk mendirikan tenda, karena memang banyak sekali yang mendaki dikala weekend. Untungnya tenda kami hanya kapasitas 2 orang, jadi masih bisa nyempil. Untuk yang tidak membawa tenda masih bisa tidur di dalam bedeng seperti gambar diatas, tapi untung-untungan karena siapa cepat dia dapat. Esok harinnya kami bangun jam 4 pagi untuk summit, dan kedapatan melihat sunrise di pos 7 -8. Perjalanan ke puncak Slamet lumayan panjang, yang tadinya kami memperkirakan butuh waktu 3 jam dari pos 5, ternyata kenyataannya butuh 5 jam. Ya begitulah saya, butuh ekstra 2 jam dari pendaki pada umumnya, tapi tak apa yang penting selamat. Padahal 2 bulan sebelum mendaki, saya sudah rutin latihan fisik dengan melakukan home workout seminggu 3 kali dan berenang seminggu sekali, ternyata ini kurang membantu. Medan yang terberat ialah dari pos 9 menuju puncak, dengan kemiringan yang terjal serta jalur bebatuan yang berantakan yang terkadang membuat saya juga menggunakan kedua tangan untuk membantu melangkah, dan memakan waktu 2 jam bagi saya untuk melaluinya, hampir menyerah, tapi ada dukungan teman-teman pendaki lain dan tentunya suami yang mendorong saya untuk terus melanjutkan perjalanan, dan begitu sampai di puncak rasanya bangga sekali pada diri sendiri, mampu melakukan yang maksimal untuk pendakian ke titik tertinggi di Jawa Tengah ini. Kondisi di puncak saat itu berkabut tebal, angin kencang, dan ramai sekali sehingga harus antri untuk berfoto di papan penanda puncaknya.

di pos 7

di pos 8

jalur menuju puncak

sempat cerah namun kembali berkabut




di belakang sana kawah nya

Untuk melihat kawahnya, dari puncak harus berjalan turun dahulu kemudian kembali naik lagi, dan melihat jaraknya yang lumayan, kami mengurungkan niat untuk ke kawah, karena takut kesiangan untuk turun. Di puncak pun kami hanya 10 menit, lalu kembali turun. Kami menghabiskan 3,5 jam perjalanan dari puncak ke pos 5, langsung saya memasak, dan segera makan, packing, dan pukul 12.30 kami sudah meninggalkan tempat camp. Perjalanan turun ini menyisakan sedikit trauma bagi saya, sebab ketika sampai di pos 2 hujan besar datang, sementara langit sudah semakin gelap. Yang saya ingat saat itu kami tiba di pos 1 jam 6 sore dan hujan belum juga berhenti, jalur semakin licin. Kondisi ini membuat nyali saya menciut, di pertengahan jalan setelah terpeleset beberapa kali, saya berhenti sejenak dan sedikit menangis, mengatakan takut  berulang kali ke suami, lalu sempat ingin menelepon ranger dan meminta bantuan. Iya segitu takutnya karena sudah gelap, hujan, licin sekali ditambah mata minus 2, tak bisa melihat jalan dengan jelas, kaki dan bahu sudah sakit, headlamp kami pun sudah berkurang cahayanya,  tapi suami saya berhasil menenangkan, dia juga sempat membawakan carrier saya sesaat, dan tak henti mengarahkan langkah kaki saya untuk berpijak yang aman. Sempat juga saya turun dengan mengesot, karena setakut itu untuk berpijak di tanah yang super licin. Alhasil pukul 8.30 malam kami baru berhasil sampai di basecamp, tanpa berlama-lama saya langsung bersih-bersih dan mencari barengan untuk ke Baturraden, sebab saya sudah memesan hotel di daerah sana, dan ingin mengunjungi Lokawisata Baturraden esok harinya. Syukurlah malam itu ada 3 orang yang juga ingin ke Purwokerto, jadi pak supir mau memberangkatkan kami. Hanya saja ongkosnya memang lebih mahal, kami berdua dikenakan biaya 150 ribu rupiah sampai ke Baturraden. Sementara yang ke Purwokerto dikenakan 50 ribu rupiah per orangnya.


Cerita tentang Baturradeng dilanjutkan di tulisan berikut saja..
Semoga cerita pendakian Slamet dan info yang ada di dalamnya berguna :)

Comments

Popular posts from this blog

Short Escape ke Purwakarta

Cibodas-Cipanas on the weekend