Prau kali ini berbeda
Angan/impian/cita-cita/mimpi entahlah apa namanya ini, yang jelas pasti keinginan. Ada keinginan pribadi saya membawa sang pujaan hati mendaki gunung yang sudah pernah saya daki sebelumnya namun tak bersama dia. Ada 3 gunung, Papandayan, Prau, dan Andong. Ketiganya menyuguhkan keindahan yang sangat berkesan, maka dari itu saya ingin kembali dan membawa pacar saya. Impian ke Papandayan berdua sudah tercapai, tersisa 2 angan lagi yang perlahan tapi pasti akan terwujud, begitulah tekad saya. Entah kebetulan atau bukan, sekitar bulan maret sampai april teman-teman pendakian saya "Tanya Senja" merencanakan sebuah perjalanan untuk mengisi libur akhir pekan yang lumayan panjang di awal Bulan Mei. Awalnya mereka merencanakan pendakian ke Semeru, namun, setelah kami mengadakan pertemuan di sebuah coffee shop di Mall Grand Indonesia (saya lupa kapan waktunya) dan merundingkan serta mempertimbangkan rencana ini, akhirnya rencana berubah, dan diputuskan untuk pergi ke Gunung Prau, Dieng saja. Disebabkan ada teman-teman kami yang baru pertama kali mendaki gunung dan waktu pendakian yang membutuhkan hari cuti tambahan, dan ada beberapa yang tidak bisa ikut kalau ke Semeru, termasuk saya dan kekasih. Maklumlah karena hampir seluruh anggota group ini ialah kalangan pekerja kantoran. Saya pribadi sangat senang dengan perubahan rencana ini karena impian saya terwujud lagi, kembali ke Prau bersama pacar :)
Tempat sudah pasti ditentukan, selanjutnya dibahas mengenai transportasi, rute perjalanan dan biaya yang dibutuhkan. Selayaknya obrolan dengan banyak kepala di dalamnya, jadi obrolan kali ini pun agak ngalor ngidul tak beraturan dan malam semakin larut, akhirnya diputuskan untuk melanjutkan obrolan di group chat saja.
Tempat sudah pasti ditentukan, selanjutnya dibahas mengenai transportasi, rute perjalanan dan biaya yang dibutuhkan. Selayaknya obrolan dengan banyak kepala di dalamnya, jadi obrolan kali ini pun agak ngalor ngidul tak beraturan dan malam semakin larut, akhirnya diputuskan untuk melanjutkan obrolan di group chat saja.
Setelah chat di group tak menghasilkan kepastian, maka kami sepakat mengadakan pertemuan kembali di kedai kopi "OEY" di daearah Blok M. Berdasarkan kesepakatan chit-chat bersama, perjalanan ini akan dimulai pada tanggal 4 Mei malam berkumpul di RS Dharmais untuk menuju Dieng, dan kembali ke Jakarta tanggal 7 sore. Kendaraan yang digunakan adalah Mobil Elf Sewaan 15 seat, dengan harga 5 juta rupiah untuk 4 hari sudah termasuk bensin dan tol, diluar uang makan supir dan tipnya serta dibayar sharing cost dengan pasukan yang berjumlah 14 orang. Rute perjalanan yang telah dibuat adalah RS Dharmais-Bekasi (jemput teman yang lain) - Basecamp Prau via Dieng - Bukit Sikunir - Candi Arjuna - Jakarta, dan masing-masing kami diberi tugas mengkoordinir keperluan perjalanan. Ada yang menjadi bendahara, penanggungjawab transportasi, logistik, juga sewa menyewa alat pendakian. Semua terbagi rata, dan rasanya sempurna sudah perencaanaan kami.
(Sebelum dilanjutkan, saya ingin memberitahu bahwa "kami" yang saya maksud ialah : Hari (ketua tim), Deny, Adam, Budi, Ray, Defri, Jems, Lili, Lusi, Santi, Riama, Nurul, Sancai dan saya sendiri)
(Sebelum dilanjutkan, saya ingin memberitahu bahwa "kami" yang saya maksud ialah : Hari (ketua tim), Deny, Adam, Budi, Ray, Defri, Jems, Lili, Lusi, Santi, Riama, Nurul, Sancai dan saya sendiri)
Namun, kembali lagi manusia hanya bisa berencana, pada akhirnya Tuhan dengan keadaan alam lah yang menentukannnya. Mungkin karena long weekend dan semua orang nampaknya juga pergi berlibur, jadilah kami terkena macet, total 20 jam kami habiskan di jalan dari Jakarta - Dieng, termasuk berhenti untuk makan, ditambah pak supir elf yang coba-coba melewati jalan yang tak biasa juga menambah lama perjalanan kami. Sampai di Dieng pukul 3 sore rasanya tak mungkin kalau kami mendaki Prau hari itu juga, belum lagi kami harus mandi, packing ulang, makan, dan lain-lain. Jadi rencana perjalanan berubah total, kami putuskan camp di Bukit Sikunir telebih dahulu baru ke Prau. Setelah tiba di Dieng, yang pertama kami lakukan ialah mengambil alat-alat pendakian sewaan teman-teman. Kami memilih menyewanya di Dieng karena memang banyak yang menyewakan (coba saja di googling) dan lebih murah biayanya jika sewa di Dieng. Tempat yang kami pilih saat itu namanya Diengnesia, lokasinya ada di dekat papan bertuliskan 'Welcome to Dieng" yang juga menjadi basecamp pendakian Prau jalur Dieng, masuk gang sebelah indomaret. Agenda selanjutnya setelah mengambil barang sewa adalah mandi dan makan lalu berangkat menuju Bukit Sikunir. Di sekitar basecamp Prau via Dieng sendiri banyak terdapat warung makan juga toilet umum. Dan tak lupa kami berfoto di depan tulisan "Welcome to Dieng" tersebut. Hari itu Dieng sangat ramai dikunjungi wisatawan, sehingga kami tidak bisa mendapatkan hasil foto yang maksimal.
Setelah tubuh bersih, perut terisi, puas berfoto, maka kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju Bukit Sikunir yang jaraknya tidak jauh dari basecamp tersebut, hanya 30 menit waktu perjalanan menggunakan mobil. Ditemani udara sore Dieng yang dingin segar kami menikmati perjalanan melihat sekeliling kami ada apa saja, dan yang terlihat ialah kawah Sikidang yang katanya bisa merebus telur sampai matang disana, ada bukit (maaf lupa namanya) dengan sarana flying foxnya, ladang-ladang petani untuk bercocoktanam, dan homestay berjejeran sesaat memasuki kawasan Bukit Sikunir. Setelah adzan maghrib berkumandang kami pun sampai di tempat camp kami di Bukit Sikunir, di pinggiran Telaga Cebong, dan disana sudah banyak sekali tenda-tenda berwarna-warni menghiasi sekeliling telaga. Puji Tuhan kami masih dapat tempat untuk mendirikan tenda, Kami membuka 4 tenda untuk menampung 7 laki-laki dan 7 wanita di rombongan kami, dan makan malam kami ialah nasi, cumi asin, dan tempe orek yang dibekali oleh mamanya Santi. Masakan mamanya santi juara sekali, apalagi cumi asinnya.. ntapsss. Selepas makan malam, pria dan wanita sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Yang wanita bercengkerama (sesekali bergosip) ria, yang pria bermain kartu sampai dini hari. Entah jam berapa mata kami memejam, yang kami ingat hanya pukul 4 subuh kami sudah dibangunin untuk trekking ke atas bukit melihat Sunrise. Tidak semua dari kami pergi. Hari, ketua tim kami lebih memilih meringkuk di tenda dan menjaga barang-barang kami. Lagi-lagi kami diperhadapkan dengan keramaian Dieng, jalur naik ke bukit penuh sekali sampai kami harus mengantri, padahal jaraknya tak seberapa jauh, kalau tidak ramai mungkin 20-30 menit sudah sampai spot sunrisenya, tetapi karena ramai kami butuh waktu kurang lebih 1 jam, dan 1 orang teman kami ada yang gugur ditengah perjalanan naik (Santi), mungkin karena kurang tidur jadi tubuh tidak fit dan terpaksa kembali ke tenda ditemani oleh Riama. Nampaknya kami kurang beruntung pagi itu, matahari terbit yang sudah ditunggu-tunggu sedikit tertutup awan, tak tampak sempurna, dan kami juga harus berdesakan bergantian untuk berfoto selfie atau sekedar memotret mataharinya. Alhasil saya pribadi hanya memotret matahari di tengah perjalanan turun kembali ke tenda.
kiri ke kanan : Lili, Nurul, Santi, Riama, Sancai, Me, Lusi |
sunrise di Bukit Sikunir |
Pukul 06.30 kami sudah kembali ke tenda dan siap melahap indomie yang telah dibuatkan oleh Santi dan Riama. Kami harus bergegas karna akan melanjutkan mendaki ke Gunung Prau. Pukul 08.30 pun kami sudah mengemas ulang barang-barang bawaan kami dan kembali menuju basecamp Prau via Dieng. Oleh sang ketua, kami diberi waktu makan/mandi/foto-foto sampai jam 11 siang, setelahnya kami berkumpul kembali untuk memulai pendakian Prau. Tak lupa kami memulai pendakian ini dengan doa. Jalur naiknya ada di parkiran depan tulisan "Welcome to Dieng" tepatnya dimulai dari sebelah salon kecil lalu menaiki tangga melewati rumah warga sampai pada akhirnya bertemu sebuah "gerbang' seperti ini :
Retribusi pendakian kala itu hanya Rp 10.000 per orangnya. Ada tempat parkir motor di pinggir kiri dan kanan gerbang tersebut. Selanjutnya setelah melewati gerbang, para pendaki akan disuguhkan pemandangan hijau perkebunan pak tani.
jalur awal pendakian |
Di awal pendakian jalurnya masih landai belum ada halangan berarti sampai memasuki kawasan hutan. Jalur berbatu kecil sampai pos 1 berganti menjadi jalur tanah sampai puncak. Memasuki hutan, jalur mulai menanjak namun tak securam dan tak selicin jalur Prau via Patak Banteng. Perlahan-lahan seiring langkah kaki berjalan, kami terbagi menjadi 2 tim, yang terdepan yang cepat dan membawa tenda, yang terbelakang yang membutuhkan waktu ekstra untuk beristirahat dalam perjalanan. Tim 1 ada saya, pacar saya, nurul, Budi, dan Defri. Selebihnya di tim 2. Mendaki Prau via Dieng ini sangat cocok untuk pemula, jalur tidak sulit, dan waktu tempuh juga tidak lama, banyak jalur bonusnya, pemandangannya juga lebih bagus dibanding jalur Patak Banteng. Di kawasan hutannya banyak tumbuh bunga Daisy. Dari gerbang pendakian, tim 1 kami hanya membutuhkan waktu +/- 3 jam untuk sampai ke puncak Prau ditambah 30 menit untuk sampai tempat camp, sudah termasuk istirahat dan foto-foto. Selang 1 jam berikutnya tim 2 pun sampai tempat camp.
tanda sampai puncak |
Sempat ada miss communication antara tim 1 dan tim 2. Saat itu saya yang sudah pernah ke Prau melalaui Patak Banteng dengan sotoynya mengajak teman-teman di tim 1 untuk mendirikan tenda di tempat camp jalur Patak Banteng yang harus berjalan lagi sekitar 30 menitan dari bukit teletabis di Jalur Dieng dan lalainya saya tidak memikirkan kondisi teman kami di tim 2. Ketika sampai camp patak banteng hujan pun turun dan kami memutuskan mendirikan 2 tenda dan sudah sempat menyantap cemilan yang ada. Hujan semakin deras, tim 2 yang ditunggu tak kunjung datang, yang tampak hanya Deni dan Hari yang menghampiri kami sambil berlari kecil dan meminta kami membongkar tenda dan berkemah di jalur Dieng saja, karena teman kami, Santi, fisiknya sudah tidak kuat dan sempat muntah di perjalanan. Tampak raut kecewa di wajah Hari dan Deni, mengapa kami mendirikan tenda jauh-jauh sementara ada teman kami yang fisiknya kurang fit. Sebagai kompor di tim 1 pun saya merasa bersalah dan harus berbesar hati membongkar tenda dan kembali ke tempat camp Jalur Dieng. Pada saat kami ingin kembali, alam memberi kami bonus pelangi indah sehabis hujan.
Dari kejadian itu saya baru tahu kalau ternyata tempat camp jalur Dieng dan jalur Patak Banteng berbeda, lebih banyak pilihan untuk yang mendaki lewat jalur Dieng ini. Di sekitaran atau bahkan sebelum bukit teletabis sudah bisa dijadikan tempat mendirikan tenda, Jika melewati Dieng dan ingin camp di jalur Patak Banteng arahnya dari puncak lalu turun ke bawah lurus saja dan ketika ada pilihan jalur kiri atau lurus, ambil jalur yang ke arah kiri itu menuju Patak Banteng, melewati padang-padang rumput dan bukit teletabis. Nah, kalau naik dari patak banteng dan turun melalui jalur yang sama maka para pendaki tidak akan melewati puncak dan bukit teletabis, kecuali pendaki ingin keluyuran sebentar meninggalkan tenda lalu berjalan menuju puncak. View dari kedua jalur ini pun berbeda, bagusan mana itu masalah selera saja. View pemandangan dan sunrise dari patak banteng ada di post-an saya sebelumnya, kalau yang berikut ini view dari jalur Dieng.
pemandangan sekitar jam 5.15 pagi |
golden sunrise |
salah empatnya adalah tenda tim Tanya Senja |
Sebagaimana mendaki bersama rombongan, seru, penuh kegilaan, canda tawa, riuh obrolan ngalur ngidul, begitu pula yang terjadi pada kami. Miskom yang terjadi sebelumnya tak menjadi persoalan berarti untuk tetap menjaga keasyikan pendakian kali ini. Dan inilah potret lengkap tim kami sesaat sebelum kembali turun ke basecamp.
Perjalanan turun selalu lebih cepat dari perjalanan naik, sebab beban di pundak berkurang, nafaspun tak berat,serta langkah yang tak tertatih. 2 jam saja kami sudah sampai di gerbang awal pendakian dan melapor diri serta membuang sampah pendakian kami di lahan yang telah disiapkan untuk menampung sampah. Segera kami menuju warung-warung di basecamp menitipkan barang-barang lalu membersihkan diri. Yang awalnya berencana ke Candi Arjuna gagal karena hujan turun dan kami putuskan untuk langsung pulang dan mampir ke tempat oleh-oleh sebentar. Beruntungnya jalan pulang tak macet seperti perginya, jadi minggu pagi tanggal 7 kami sudah di Jakarta. Dengan ini berakhirlah perjalanan bersama Tanya Senja untuk yang ketiga kalinya.
Terimakasih banyak tim Tanya Senja untuk memorinya ^^
Hal yang tak bisa terbeli dan tak ternilai.. Kebersamaan :)
Comments
Post a Comment