Kenapa sih Li lebih banyak pergi ke Solo-Jogja daripada kota di Pulau Jawa lainnya???
Solo.. Kampung halaman saya, tempat ayah dan ibu saya lahir, rumah tinggal kakek dan nenek saya serta beberapa om dan tante. Kota yang ramah, murah serta tenang. Kota yang sejak SD hingga SMP menjadi tempat yang dituju keluarga saya untuk menghabiskan waktu berlibur hari raya. Kota yang selalu saya rindukan keasriannya. Kota yang selalu membuat saya kembali untuk menikmati kuliner khas nya dan menjelajahi wisatanya.
dan jika saya sudah menginjakkan kaki di Solo, pasti saya sempatkan untuk mampir ke Jogja, sebab jarak kedua kota ini tidak jauh, hanya memerlukan waktu 1-2 jam berkendara di jalur darat.
Jogja.. Kota dengan segala isi di dalamnya yang memiliki daya tarik besar bagi siapapun yang penah berkunjung kesana untuk kembali lagi dan lagi. Suasana kota yang damai, penduduk yang penuh senyum dan tak segan menolong, kota yang sarat akan budaya, kota yang wisatanya selalu dirindukan, kota yang kulinernya menjadi perbincangan banyak orang, kota yang kini terlihat trendi dengan kafe-kafe nya. Malioboro yang semakin rapih, dan Kesultanan Yogyakarta yang membuat kota ini semakin spesial. Itulah alasan saya tak pernah jemu mengunjungi Jogja.
Bagi saya, Solo dan Jogja cocok sekali untuk orang-orang yang ingin pergi liburan tetapi budgetnya terbatas. Sebab alat transportasi menuju kota ini sangat banyak tersedia mulai dari yang murah hingga mahal, darat hingga udara, dan juga harga makanan disana pun tidak mahal.
Nah, kali ini saya mempunyai waktu yang lumayan panjang untuk singgah ke kampung halaman dan tetangganya. Saya memanfaatkan waktu liburan Natal dan tahun baru 2016, yang mana saya mendapat libur 10 hari. Tak hanya keliling kota Solo dan Jogja saja, tetapi saya juga manfaatkan waktu ini untuk mendaki Gunung Merbabu bersama pacar saya.
Kali ini saya mau cerita tentang berwisata di Solo dan Jogja dahulu, cerita pendakian merbabu saya tunda untuk postingan berikutnya..
Hari pertama di Solo, saya habiskan dengan melanglang buana di sekitar Karanganyar - Tawangmangu, dengan sepeda motor, saya dan pacar saya menghampiri satu per satu tempat wisata yang ada disana. Mulai dari Air Terjun Jumog, Kebun Teh Kemuning, wisata kali pucung hingga Astana Giri Bangun, makam keluarga Ibu Tin Soeharto.
Untuk masuk ke wisata air terjun Jumog wisatawan hanya perlu membayar uang masuk Rp 5.000/orang. Jika tidak sedang ramai pengunjung bisa mendapatkan foto air terjun yang lebih bagus dari gambar di bawah ini, lengkap dari atas hingga ke bawah, mulai air turun dari tebing hingga air mengalir membentuk aliran sungai melewati bebatuan besar di bawahnya, airnya jernih dan dingin. Kawasan air terjun ini juga sangat sejuk dan rindang. Terdapat beberapa gazebo kecil untuk beristirahat, juga terdapat beberapa warung makan dengan menu khas daerah Tawangmangu, sate kelinci. Wisatawan bisa menikmati makan dengan lesehan di pinggir aliran air terjun dengan beralaskan tikar, sambil mencelupkan kaki di aliran airnya. Apabila ingin bermalam disekitar wisata ini, tersedia juga homestay tak jauh dari kawasan air terjun.
 |
Air Terjun Jumog |
 |
Air Terjun Jumog |
 |
Musisi daerah di Kawasan Air Terjun Jumog |
 |
Jumlah tangga yang akan dilewati |
Kawasan kebun teh Kemuning dan Kali Pucung cocok sekali untuk tamasya keluarga, pasalnya disekitar kawasan banyak tersedia tempat untuk menikmati kebersamaan keluarga, seperti gazebo, kafe-kafe cantik, permainan anak. Selain itu kawasan ini sangat asri dan memanjakan mata, permadani hijau membentang luas membuat seakan tak ingin meninggalkan tempat ini. Masuk ke kawsan ini pun tidak ditarik biaya sepeser pun. Berbeda dengan wisata Kali Pucung yang menyediakan adventure mengarungi kali menggunakan ban yang diperuntukan bagi anak-anak hingga orang dewasa, cukup dengan membayar Rp 10.000/orang sudah bisa menikmati fasilitas arung jeram ini dengan segala perangkat safety nya.
 |
Wisata kali Pucung
Mengarungi kali menggunakan ban |
 |
Kebun teh |
Tak hanya wisata alam saja yang ada di kota Solo ini, ingin berkunjung ke bangunan bersejarah pun bisa, Salah satunya Astana Giri Bangun, terletak di Karanganyar, dikelilingi dengan pepohonan yang rindang membuat udara di kawasan ini sejuk sekali dan saya rasa bagus untuk paru-paru kita yang terbiasa dengan asap pekat kendaraan bermotor. Untuk memasuki kawasan yang sangat luas ini awalnya hanya perlu membayar Rp 2.000/orang, lalu diharuskan memakai kain batik bagi yang bercelana pendek. Biasanya tempat ini dikunjungi wisatawan yang ingin berziarah. Jika wisatawan masuk dalam bangunan makam Ibu Tin Soeharto dan keluarga untuk sekedar foto ataupun khusuk berdoa, maka setelahnya akan dimintakan sumbangan sukarela oleh petugas disana.
 |
makam |
 |
pintu masuk makam |
 |
di atas situ makamnya |
Itulah gambaran kegiatan hari pertama saya di Kampung halaman. Berikutnya di hari kedua, saya dan pacar sudah janjian dengan beberapa teman untuk bertemu di Stasiun Balapan Solo pukul 04.30 pagi, karena kami akan berangkat ke Jogja menggunakan kereta prameks keberangkatan pertama pukul 05,15, dan puji Tuhan masih dapat tiket keretanya.
Perjalanan ini sudah kami rencanakan sebelumnya, karena kami akan berada di Jogja selama 3 hari. Kami pun sudah menghubungi orang yang menyewakan mobil di Jogja bersama dengan Supirnya. Namanya Dimas, mahasiswa tingkat akhir di salah satu kampus di Jogja, yang biasa mencari uang tambahan dengan mengantar wisatawan keliling Jogja. Orangnya ramah dan asik, serta harga yang diberikan untuk kami juga tidak mahal. Kelak jika ke Jogja lagi, pasti kami akan menggunakan jasanya lagi :)
Kami sudah janjian dengan Dimas untuk bertemu di Stasiun Lempuyangan pukul 06.00 pagi, tidak ada yang terlambat semua on time. Hari pertama di Jogja kami sempatkan untuk mampir ke Umbul Ponggok di Klaten, wisata foto dalam air yang sedang hitzzz, lalu beranjak ke kawasan Gunung Kidul, untuk singgah ke Air Terjun Sri Gethuk dan Pantai Sadranan serta Pantai Slili yang letaknya bersebelahan.
Untuk masuk ke Umbul Ponggok diharuskan membayar tiket masuk Rp 8.000/orang. Sewa Pelampung Rp 7.000/orang, sewa snorkle pun Rp 7.000/orang. Jika ingin berfoto ria menggunakan rupa-rupa peralatan seperti motor, televisi, playstation, sepeda, kursi dan lain-lain perlu mengeluarkan kocek lebih, pasalnya peralatan yang free dipinjamkan hanyalah sepeda, kursi, kerangkeng besi, selebihnya bayar. Untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal juga bisa menggunakan jasa tukang foto, juga tersedia rental kamera underwater bagi yang tidak bawa atau tidak punya. Umbul Ponggok ini juga biasa digunakan untuk area foto prewed, dengan membayar Rp 350.000 sudah bisa dinikmati hasil cantiknya prewed underwater.
 |
|
 |
|
 |
|
Saat kami tiba di wisata Air terjun Sri Gethuk, pengunjung disana sudah ramai sekali. Maklum saja karena kami pergi memang saat liburan, sehingga kami tidak bisa mendapatkan foto yang instagram-able (foto air terjun secara keseluruhan). Untuk sampai ke air terjunnya, wisatawan mempunyai 2 pilihan : berjalan kaki atau menaiki rakit. Kalau jalan kaki jaraknya 500 meter kurang lebih, kalau naik rakit bayar Rp 10.000/orang sudah termasuk antar dan jemput. Rakit ini bisa menampung 7-8 orang. Dan rombongan saya memilih untuk mencoba naik rakit.
 |
menyusuri kali terlebih dahulu |
 |
menuju loket dan air terjun |
 |
seperti ini rakitnya |
 |
ramai pengunjung |
 |
bias cahaya menghasilkan gambar yang indah |
Kurang puas bermain air di Sri Gethuk, maka kami putuskan untuk pergi ke pantai yang letaknya masih di kawasan Gunung Kidul. Sadranan dan Slili, dimana untuk masuk ke dua pantai ini tidak dipungut biaya. Kala itu hari sudah sore dan matahari perlahan menuju ke barat, kami baru sampai di Pantai Sadranan dan langsung melihat kerumunan orang masih betah bermain air di pantai, tanpa berlama-lama kami pun segera merapat untuk sekedar membasahi kaki kami, lalu berjalan menyusuri tepi pantai.
 |
inilah rombongan Jogja |
 |
ramai |
Senja hampir tiba, kami melangkahkan kaki kami menuju pantai tetangga, Pantai Slili, dimana suasana di pantai ini sangat berbeda dengan Pantai Sadranan. Pantai ini agak sepi (apa mungkin karena hari sudah petang?), ada beberapa gazebo di tepi pantai untuk bersantai menikmati deru ombak serta angin yang kencang. Hanya butuh berjalan sekitar 100 meter dari Sadranan. Di sekeliling 2 pantai ini terdapat banyak warung makan juga homestay, dan tak perlu khawatir untuk urusan wc umum.
 |
menikmati senja di Pantai Slili |
Malam harinya kami berencana untuk makan malam di daerah Bukit Bintang, namun apadaya tubuh kami sudah terkulai lemas sehingga memutuskan untuk langsung ke pusat kota saja, menyimpan energi untuk bermain di alun-alun Jogja. Pukul 8.30 malam kami tiba di alun-alun. Banyak hal kami lakukan, makan wedang ronde, mencoba melewati pohon cinta dengan mata tertutup, dan pastinya tak lupa naik kendaraan berlampu warna-warni khas alun-alun.
Pukul 11 malam kami putuskan untuk kembali ke homestay di daerah Prawirotaman, tetapi sebelumnya kami makan malah dahulu di warung makan sekitar homestay. Menjelajah Jogja di hari pertama selesai. Esok harinya kami masih harus bangun pagi, sebab jam 7 pagi kami sudah harus berangkat menuju wisata Kalibiru, Kulonprogo, agar, jika ingin foto di rumah pohon tidak lama menunggu antriannya. Karena wisata Kalibiru baru buka pukul 8 pagi.
Tepat pukul 8 pagi kami sampai di wisata alam Kalibiru, langsung kami membeli tiket masuk Rp 15.000/orang. Untuk sampai di rumah pohonnya, harus melewati tanjakan, serta anak tangga, dan untuk foto di atas rumah pohon dikenakan biaya lagi Rp 5.000/orang. Setiap orang yang foto juga diberikan waktu 5 menit maksimal, tidak boleh lebih. Selain itu jika ingin menggunakan jasa tukang foto yang ada disana juga dikenakan biaya lagi. Untunglah rombongan kami ada 1 orang yang tidak mau ikut naik pohon dan bersedia menjadi juru kamera teman-temannya. Walaupun saat itu kami datang tepat saat wisata buka, ternyata di dalamnya sudah banyak yang mengantri untuk foto di rumah pohon, adalah mereka yang hari sebelumnya sudah membayar tiket namun tidak kebagian jatah di hari itu, maka jadwal dipindah di hari berikutnya. Selama 1,5 jam kami mengantri untuk bisa foto di rumah pohon.
 |
|
 |
|
Pukul 11 siang kami baru selesai, dan langsung meminta Dimas mengantarkan kami ke rumah makan Jejamuran, dimana rumah makan ini searah dengan tujuan kami berikutnya, yaitu Museum Ulen Sentalu, Kaliurang. Pas kami sampai di depan rumah makan, ternyata penuh dan waiting list nya sangat banyak, jadilah kami hanya makan di resto yang ada disekitar sana. Selesai makan kami langsung menuju Ulen Sentalu. Terletak di dekat kaki Gunung Merapi membuat hawa disekitar museum sangat sejuk. Untuk masuk ke dalam Museum perlu bergantian antar rombongan, satu rombongan diaturkan untuk berisi 15-20 orang, sebab tidak hanya sekedar lihat-lihat saja. Selama di dalam wisatawan akan didampingi oleh 1 tour guide yang akan menjelaskan segala yang ada di dalam museumnya, seni, budaya, juga sejarahnya. Dengan harapan bahwa kepala ini tak hanya berisi memori gambar museum saja tetapi juga pengetahuan di dalamnya. Dengan membayar Rp 30.000/orang (unutk wisatawan lokal) sudah termasuk guide nya, kami bisa belajar seni budaya dan sejarah jawa. Di dalam museum ini sendiri tidak diperkenankan mengambil gambar apapun, kecuali di spot yang telah ditentukan dan setelah keluar dari kawasan museum.
 |
|
 |
dibelakang itu adalah restoran di Ulen Sentalu |
 |
dari kanan ke kiri : Lily, Bunga, pacar, Sancai, Me, Arif |
 |
|
Tak terasa jam menunjukkan pukul 4 sore ketika kami keluar dari kawasan museum. 2 teman kami yaitu Sancai dan Arif, hari itu sudah harus di stasiun sebelum jam 7 malam, karena mereka akan kembali ke Jakarta lebih dahulu. Pukul 6 kami berhasil mengantar mereka sampai di Stasiun Tugu Jogja. Kami yang tersisa melanjutkan perjalanan kami menuju taman pelangi atau taman lampion, tak jauh dari stasiun. Cukup dengan membayar tiket masuk Rp 20.000/orang kami bisa menikmati taman yang di desain sangat menarik dan kreatif ini. Banyak sekali spot foto di dalamnya bagi wisatawan yang senang berfoto, desain area yang penuh warna dan lampu-lampu, serta beragam bentuk pernak-pernik menjadikan apapun yang ada di dalam taman ini bagus untuk diabadikan dengan kamera apapun. Di dalam kawasan ini juga banyak tersedia kios makanan, mulai dari yang ringan sampai berat, tempat makannya pun cozy. Bagi siapapun yang berkunjung ke Jogja saya sangat merekomendasikan berkunjung ke Taman Pelangi ini, dan rasakan sendiri kemeriahan di dalamnya.
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
Jogja Never Ending Asia |
Belum merasa lelah, kami sepakat untuk berkunjung ke Malioboro setelah dari Taman Pelangi, Padahal saat itu sudah pukul 9 malam. Sesampainya di Malioboro kami langsung mencari makan di warung lesehan yang ada. Nasi dan ayam goreng menjadi santapan kami malam itu. Selesai makan kami langsung berjalan menyisir Malioboro dari ujung ke ujung, dan sudah banyak kios yang tutup. Alhasil kami hanya mendapat lelah saja. Lalu kembali ke homestay yang sama. Hari itu hari terakhir kami bersama Dimas, karena kesepakatan awal memang hanya menyewa 2 hari saja. Kami ingin menambah 1 hari tetapi Dimas dan mobilnya sudah full booked.
Hari ketiga kami di Jogja, dan kali ini tanpa Dimas yang siap mengantar kami kemanapun. Oleh karenanya, kami hanya merencanakan berwisata di sekitaran pusat kota saja yang mudah dijangkau dengan berjalan kaki ataupun naik kendaraan Umum, dan tujuan kami ialah Keraton Jogja, Taman Sari Water Castle, The House Of Raminten, Malioboro lagi, lalu setelahnya kembali pulang ke Solo. Saya rasa tempat wisata ini sudah populer untuk wisatawan, jadi saya tidak akan bercerita panjang lebar. Keraton dan Taman Sari, jika wisatawan ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah dan budaya nya bisa menyewa guide yang memang telah disiapkan, dengan membayar upah seikhlasnya. Tamn Sari bisa dijangkau dengan berjalan kaki dari Keraton. Tiket masuk Rp 5.000/orang untuk wisatawan lokal, jika membawa kamera dikenakan biaya Rp 1.000
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
 |
|
Makan siang di House Of Raminten bukanlah perkara mudah, kawan. Perlu kesabaran untuk menunggu dipanggil dan menempati kursi dan meja makan kita. Namun semuanya terbayarkan dengan suasana rumah makan yang adem khas jawa, serta penempatan meja dan kursi makan yang unik, dan harga makanan yang termasuk murah dengan rasa yang enak. Pramusaji di tempat ini pun menggunakan pakain yang tidak biasanya, yang wanita mengenakan kain batik panjang untuk rok serta memakai kemben. Setiap pramusaji membawa tas kecil berisi uang, jadi ketika tamu selesai memesan, langsung dihitung biaya total pesanannya dan bayar saat itu juga di meja, pramusaji juga langsung memberi kembalian.
 |
salad buah |
 |
kebetulan dapat tempat duduk bagian atas |
 |
Es Krim Goreng |
 |
|
Selesai makan, kami ingin kembali mengunjungi Malioboro. Namun, sulit sekali mendapatkan becak atau taxi di sekitar rumah makan, sehingga kami harus berjalan kaki kurang lebih 500 meter ke jalan raya, barulah mendapatkan taxi. Saat musim liburan seperti lebaran atau natal/tahun baru, kawasan pusat kota Jogja (termasuk Malioboro) sangat ramai dan macet, wajah kota hampir seperti Jakarta. Keliling Malioboro kembali kami lakukan demi mendapatkan barang yang diinginkan serta pesanan yang dititipkan. Entah berapa jam kami habiskan berkeliling, kami hanya tau hari sudah sore ketika keluar dari toko batik Mirota, tempat belanja terakhir. Sebelum kami tidak kebagian kereta untuk pulang ke Solo, kami putuskan menghentikan perjalanan di Jogja, kembali ke Homestay untuk mengambil tas dan segera ke stasiun. Bersamaan dengan waktu maghrib kami tiba di stasiun, dan segera membeli tiket prameks ke Solo, namun tiket sudah habis. Kami ditawarkan petugas loket untuk menumpang kereta api tujuan Malang yang melintas dan berhenti di Solo Balapan. Walau harga tiket lebih mahal dari prameks, mau tak mau kami ambil, daripada kami tidak bisa pulang. 29 Desember 2016, pukul 9 malam, perjalanan kami berakhir bersamaan dengan tibanya kami di Solo.
Saya dan pacar harus rehat yang cukup karena tanggal 31 Desember kami akan mendaki Gunung Merbabu, dan merayakan malam pergantian tahun di atas gunung untuk pertama kalinya :)
Guy's Tactic Toner | TITanium Art | TITanium Art | TITanium Art
ReplyDeleteTITanium Art · titanium white dominus A t fal titanium pan great tool of artisans and artisans. · Discover our titanium pan TITanium titanium wood stove art collection for the best in titanium canteen titsanium.com ·