Pendaki Pemula mendaki Gunung Gede
"Tanya Senja"
Sebuah nama yang terlahir setelah saya dan teman-teman melakoni perjalanan bersama mendaki Gunung Gede, Cibodas. Nama tersebut merupakan nama regu kami, dimana seluruh anggotanya memiliki kesukaan yang sama, yaitu berwisata, apapun jenisnya, gunung, laut, sejarah, dan lain-lain. Anggotanya sebagian besar terdiri dari teman-teman yang saya jumpai di pendakian Papandayan sebelumnya, karena silaturahmi yang baik jadilah regu ini. Berisi 5 orang laki-laki, dan 9 orang wanita. Yang mengusulkan nama regunya ialah Adam, salah satu anggota kami. Sang ketua ialah Hari, walaupun sangat suka bersenda gurau, namun ia mempunyai sisi leadership yang baik, berwibawa ketika menuntun kami mencapai puncak gunung (ah kalau suatu saat dia baca tulisan saya ini, pasti serasa terbang di langit ke tujuh).
Demikianlah sedikit bahasan tentang regu "Tanya Senja", dimana 9 orang diantaranya ialah teman senasib sepenanggungan saya dalam perjalanan ke puncak Gunung Gede.
9 orang itu ialah :
Hari
Adam
Bule
Deden
James
Rachel
Sancai
Lucy
Lili
Bermula dari pesan singkat Hari ke Sancai yang mengajaknya ke Gunung Gede (dimana sebelumnya hari sudah mengajak pasukan lelaki tangguhnya dan sudah pernah mendaki Gunung Gede), lalu Sancai meneruskan pesan Hari kepada teman-teman wanitanya, termasuk saya, lalu saya mengajak kekasih saya (James), jadilah kami sepakat mendaki Gunung Gede pada tanggal 14 Mei -16 Mei 2015. Lalu Hari Sang pemimpin, segera mendaftarkan kami bersepuluh melalui booking online pendakian Gunung Gede sebelum kuotanya habis. Hari mendaftarkan kami mendaki melalui jalur Gunung Putri, dan turun melalui jalur Cibodas. Untuk pendakian Gunung Gede ini ada 3 jalur resmi yang diperkenankan, yaitu Gunung Putri, Cibodas, dan Salabintana.
Kami sepakat untuk berkumpul di terminal Kampung Rambutan pukul 08.00 di tanggal 14 Mei, karena hari itu juga kami harus mendapatkan Surat Izin Mendaki Gunung Gede dari pengelola TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), dimana kantor pengelolanya tutup pukul 3 sore, jadi kami harus berangkat pagi-pagi, jaga-jaga kalau kawasan puncak padat. Namun, kesepakatan sedikit ternodai oleh saya, dan beberapa teman karena kami terlambat sampai di terminal Kampung Rambutan. Kira-kira pukul 10 pagi anggota kami baru terkumpul seluruhnya. Tanpa berlama-lama kami langsung menuju pintu keluar terminal untuk menyetop Bus arah Cianjur via Puncak, Sekitar 15 menit menuju jam 11, kami baru mendapatkan bus tersebut dan ternyata kekhawatiran kami benar adanya, kawasan puncak tak lancar, kami sampai di pertigaan Cibodas pukul 14.30, langsung kami menyambung angkot kecil ke arah kantor pengelola TNGGP, bersyukurlah dari pertigaan ke kantor itu tidak jauh. Sampai di kantor pengelola masih buka dan banyak orang mengantri juga untuk mendapatkan SIMAKSI. Setibanya, Hari langsung mengurus SIMAKSI kami semua, kami tinggal memberikan uangnya. Setelah selesai, tak lupa kami mengabadikan momen di TNGGP :)
Oioyaa Hari juga mencharter angkot kecil tadi untuk keesokan harinya kami tumpangi untuk menuju pos pendakian awal Gunung putri.
personel tanya senja |
Karena memang dari awal rencana kami naik di tanggal 15 nya, setelah mendapat SIMAKSI, lalu Hari langsung mengajak kami ke sebuah warung sekaligus tempat tinggal seorang Ibu kenalan Hari, bisa dipanggil "Teteh Nyai". Di warungnya kami bisa tidur mengistirahatkan tubuh kami dan juga mengisi perut kami, karena warung teteh nyai menjual berbagai macam lauk pauk juga. Selesai kami makan, hari masih sore, lalu untuk menghabiskan waktu kami sampai pada penghujung senja, dari kami ada yang bermain karambol bersama anak Teteh Nyai (karambol disediakan), main kartu, foto-foto, bernyanyi-nyanyi. Sampai tiba waktunya malam kami harus beristirahat, karena besoknya kami harus bangun pagi sekali sebelum fajar tiba kalau bisa, untuk menuju pos gunung Putri sebagai titik awal pendakian kami. Di tempat Teteh Nyai ada beberapa kamar yang bisa digunakan untuk kami tidur, bisa di kamar anaknya lengkap dengan kasur, bantal dan gulingnya, bisa juga di sebelah warungnya, disediakan tikar dan bantal oleh Teteh. Akhhirnya kami sepakat, yang wanita tidur di dalam di tempat anaknya Teteh nyai, yang pria tidur di tempat di samping warung.
15 Mei, pukul 5 pagi kami semua sudah bangun untuk mempersiapkan diri kami mendaki, membersihkan diri, packing ulang barang bawaan kami, dan sarapan. Karena pukul 6 nya, supir angkot carteran kami akan menjemput dan mengantar ke Gunung Putri. Setelah semua selesai, tak lupa kami berpamitan kepada Teteh Nyai dan anak-anaknya, sekaligus sedikit menyelipkan rejeki yang kami punya ke tangan teteh, karena untuk tidur dan menumpang kamar mandi disana kami tidak dikenakan biaya, hanya makan dan jajan saja yang bayar. Teteh Nyai pun membekali kami dengan pisang goreng untuk perjalanan kami. Supir angkot tak ingkar janji, pukul 6 kami dijemput dan langsung tancap gas ke pos awal gunung putri. Sekitar jam 7 kami sudah sampai di pos pendakian awal Gunung Putri, disana kami harus melapor diri lagi, seperti biasa ini menjadi urusan Hari. Selesainya kami membentuk lingkaran untuk sama-sama memanjatkan syukur dan permohonan kami kepada Sang Empunya Semesta ini. Hari memimpin kami dalam doa. Lalu kami mulai melangkahkan kaki kami mengikuti jalur pendakian untuk sampai ke puncak.
Jalur awal pendakian tidak terlalu berat, banyak bonus, tidak terlalu menanjak, jalur berupa tanah dan melewati perkebunan milik warga, permadani hijau terlihat segar oleh mata.
ini kamar kecil sebelah warung teteh yang bisa digunakan untuk beristirahat |
di depan pos lapor diri |
masih awal pendakian |
Setelah foto di gerbang itu, hampir tidak ada lagi foto-foto, karena kami harus mengatur nafas dan tenaga kami untuk sampai Alun-Alun Surya Kencana, mulai dari gerbang itu jalur terus mendaki, jarang sekali bonusnya, jalur berupa tanah batu dan kawasan hutan semakin lebat. Untuk sampai ke padang Surya Kencana, dari gerbang itu ada 5 pos yang harus dilalui, yaitu :
Pos I : Tanah Merah
Pos II : legok Lenca
Pos III : Buntut Lutung (pos paling luas dianatara pos-pos lain, bisa berkemah disini)
Pos IV ; Lawang Seketeng
Pos V ; Simpang Maleber
kalau menggunakan ukuran kecepatan langkah kaki saya, maka waktu tempuh antar pos sekitar 1-1,5 jam, sudah termasuk sedikit-sedikit istirahat. Semakin ke atas jalur semakin terjal. 10 menit sebelum Surya Kencana baru akan ditemukan jalur bonus. Dari pos 3 sampai alun-alun , regu kami terbagi menjadi 2, yang cepat dan yang lambat. Saya termasuk regu yang lambat bersama Hari, Sancai, Deden, Lili dan pacar saya. Selisih waktu kami untuk sampai ke Surya Kencana sekitar 1 jam, saya bersama regu lambat sampai disana pukul 3 sore, 8 jam perjalanan kami tempuh dari pos lapor diri ke Alun-alun Surya Kencana, DAN SETELAH SAMPAI SURYA KENCANA RASA LELAH KAMI SIRNA. ALUN-ALUN SURYA KENCANA SANGAT MEMANJAKAN MATA DAN MEMPESONA SETIAP PENDAKI, dan di Surken pun ada pedagang loh, jajanan yang dijajakan sama seperti warung-warung di gunung pada umumnya.
Gunung Pangrango berdiri gagah di belakang |
lengkap |
Cuaca berkabut di Surken |
Setelah foto-foto kami langsung melanjutkan perjalanan kami mencari lahan untuk mendirikan tenda kami di hamparan luas Surken dan diiringi tebalnya kabut sore itu. Kami berhasil mendirikan tenda di dekat aliran air dan dekat jalur menuju puncak.
Setelah 4 tenda berdiri kokoh untuk tempat bernaung kami bersepuluh, kami segera membongkar carrier kami, mengeluarkan bahan dan alat untuk masak, Seperti biasa, indomie dan kopi adalah menu pasti para pendaki. Di Surken ini banyak sumber air, jadi untuk memasak kami tak memakai air bekal kami, tapi mengambilnya di pancuran air sekitar 200meter dari tenda.
Hari cepat berlalu tak terasa gelap malam pun menjemput kami untuk masuk kemah dan merebahkan tubuh serta memejamkan mata untuk keesokan harinya bangun pagi menanti fajar menyingsing dan bermandikan kilauannya. Sebelum tidur kami berdebat mengenai waktu summit, saya pribadi saat itu ingin sekali bisa melihat matahari terbit dari puncak Gede, sementara kata Hari kalau mau summit pagi, harus bangun jam 3, sebab harus packing barang bawaan dan juga tenda, kenapa? karena dari puncak langsung turun melalui jalur Cibodas, tidak kembali lagi ke Surken. Pada saat itu terlihat seperti saya seorang diri saja yang penuh tekad untuk melihat sunrise dari puncak, sementara teman-teman lain lebih memilih memiliki waktu istirahat panjang dan summit setelah sarapan dan packing, karena saya kalah suara jadilah kami sepakat mellihat sunrise di Surken saja dan summit agak siang sekitar pukul 9.
!6 Mei 2015,
Pukul 05.30 pagi, para wanita bangun lebih dahulu dibanding lelakinya, Kami langsung bergegas berjalan menuju arah matahari terbit untuk menyaksikan keindahannya. Selangkah demi selangkah kami telusuri luasnya padang Surken, tak lupa mengambil gambar mengabadikan momen. Selagi kami asyik berfoto-foto, ternyata pacar saya pun sudah bangun dan langsung menyusul kami, dengan lensa kamera nya lah foto-foto berikut diambil.
Setelah puas mengambil foto-foto, kami segera kembali ke tenda untuk menikmati sarapan kami, yang tentunya harus dimasak terlebih dahulu. Persoal masak memasak selama di camp ini diserahkan kepada pihak wanita, lelaki hanya menunggu jadi saja, begitu pula untuk urusan sedu menyedu kopi atau teh atau susu.
inilah sarapan kami..
Urusan perut sudah beres semua, kini waktunya kami bersiap-siap packing barang-barang kami untuk summit ke puncak lalu kembali turun melalui jalur Cibodas. Kira-kira pukul 11 kami siap untuk naik, dan untuk sampai ke puncak memerlukan waktu sekitar 1 jam-an dari Surken, dengan jalur yang menanjak terus
Dan akhirnya pukul 12.00 kami sampai juga di puncak Gunung Gede, 2958 mdpl. Banyak rasa syukur berhamburan diatas sana, ada rasa bangga yang tercipta disana, ada kebersamaan yang terjalin di atas sana, ada nikmat luar biasa di atas sana sehingga jerih lelah kami tak terasa, ada asa yang kembali menggebu-gebu untuk bisa menginjakkan kaki di puncak gunung lain. Kami pun saling memberi tos dan pelukan pertanda "bersama kita bisa". Bukan tentang siapa yang lebih cepat, tapi tentang bersama-sama mencapai puncak.
Puncak Gede ini bentuknya memanjang, kemudian seperti yang kalian lihat pada foto, memang saat kami sampai puncak, kabut tebal turun sehingga seluruh pemandangan tertutup kabut tebal dan selang beberapa menit kemudian, hujan rintik-rintik turun. Di atas pun hembusan angin sangat kencang. Lalu setelah puas berfoto-foto, sang ketua kami segera mengajak kami turun sebelum hujan besar tiba. Kami menurut, lalu kami ambil arah ke kiri menuju jalur Cibodas.
Pukul 1 siang tepat kami melangkahkan kaki kami meninggalkan puncak, belum ada 1 jam perjalanan turun kami, hujan besar pun datang seperti kekhawatiran kami, lalu kami langsung menyiapkan jas hujan kami, berteduh sebentar, setelah semua memakai jas hujan kami melanjutkan perjalanan kami.Tak disangka perjalanan turun pun sama beratnya dengan perjalanan naik, ditambah hujan yang membuat jalur menjadi licin dan kami harus ekstra hati-hati. Kami pun melewati yang namanya Tanjakan Setan, bedanya dengan posisi kami harus turun, lalu melewati pos kandang badak, pos yang sangat sejuk dan luas untuk berkemah serta disuguhi suara gemuruh air terjun, ada juga warung di pos ini, di pos ini juga kita bisa menentukan akan ke puncak Pangrango atau ke puncak Gede, kami istirahat sejenak di pos ini, lalu melanjutkan perjalanan ke pos kandang batu, masih dengan jalur tanah yang licin karna habis diguyur hujan dan ada genangan air di beberapa jalur yg kami lewati. Di jalur Cibodas ini kita akan melihat air terjun Cibereum mengalir deras, kemudian harus melangkahi pohon besar yang tumbang di tengah jalur dan itu sangat licin ketika hujan tiba, selama turun ada beberpa kali kami menemui air terjun, dan yang terparah di jalur ini ialah kami harus melewati jalur air panas. Hari pun memberi komando kami agar fokus dan tidak bercanda ketika melewati jalur ini karena sangat berbahaya, jalur berupa lereng curam beralaskan batu-batu kali yang dialiri air panas, di sisi kanan ada semacam air terjun kecil tetapi airnya panas dan pandanganpun terhalang uap air, di sisi kiri terdapat jurang, walau dibatasi rantai besi pengaman tapi rantai ini rendah dan tetap berbahaya, jalur ini licin dan sempit, kaki pun terasa panas bila berpijak di batunya, oleh karena itu melewati jalur ini harus satu-persatu dan fokus, seebab bila terpeleset sedikit akan fatal akibatnya, dan harus bergantian dengan pendaki yang ingin naik. Lalu dengan sangat hati-hati kami pun berhasil melewati jalur ini, puji syukur tidak ada yang terpeleset. Waktu terus bergulir, langit terang berubah menjadi gelap, dan perjalanan kami masih jauh untuk sampai di pos awal pendakian Cibodas. Headlamp mulai kami pakai. Saya pun sudah mulai terpincang-pincang, walau sudah memakai trekking pole tetap dibantu oleh pacar saya agar bisa sampai dengan segera, tak jarang kami berhenti beristirahat sejenak, kaum pria pun ada yang sudah mengeluh dengkulnya lemas, Sekitar pukul 7 malam jalan kami melambat, kami membentuk formasi siapa yang di depan, tengah ,dan belakang, sejak saat itu, saya pun hampir tidak mengeluarkan suara karena merasa lelah sekali. Entah bagaimana urutan jalur yang kami lalui saat itu, saya tak mampu mengingatnya, yang saya tau pukul 10 malam kami baru sampai di jembatan kayu, pacar saya yang sejak jam 7 menuntun saya pun dibantu hari membawa carriernya dari jembatan ini, karena punggungnya sudah merasa sakit, langkah kaki saya semakin pelan dan akhirnya pukul 11 malam kami sudah keluar dari jalur kawasan hutan lebat dan melihat ada rumah-rumah warga, yang menandakan kami sudah sampai di pos awal untuk melaporkan diri kalau kami berhasil turun dengan selamat dan kami pun seluruhnya langsung merebahkan diri kami di teras musholla yang ada dekat situ, mengistirahatkan kaki kami yang lemas, sakit, dan terpincang-pincang, bahkan Deden sudah membebat lutunya dengan kain. 30 menit beristirahat, kami melanjutkan perjalanan ke warung Teteh Nyai untuk bersih-bersih, makan, dan siap-siap pulang. Dengan begitu berarti perjalanan kami turun lebih lama dibanding perjalanan kami naik. Naik 9 jam, turun 10 jam. Dimana seharusnya perjalanan turun bisa lebih cepat dibanding naik. Mungkin kaena kami turun terlalu siang, ditambah hujan, dan gelap.
Singkat cerita pukul 2 subuh kami semua sudah siap untuk pulang. Kami berpamitan dengan teteh nyai dan naik angkot ke arah pertigaan Cibodas untuk melanjutkan perjalanan dengan Bus menuju terminal Kampung Rambutan. tak butuh waktu lama untuk menunggu bus, 2.30 kami sudah bisa mendapatkannya dan sampai di terminal Kampung Rambutan pukul 5 pagi. Bersyukur karena hari itu Hari Minggu, jadi kami punya waktu panjang untuk mengistirahatkan tubuh kami sebelum kembali ke rutinitas di hari senin. Walau perjalanan kami usai, tapi kebersamaan kami tak pernah putus. Kami saling berpamitan dan semua sampai di rumah dengan selamat.
the end~
Beriktu informasi yang kiranya teman-teman butuhkan:
Sekian, Semoga Bermanfaat :)
inilah sarapan kami..
Dan akhirnya pukul 12.00 kami sampai juga di puncak Gunung Gede, 2958 mdpl. Banyak rasa syukur berhamburan diatas sana, ada rasa bangga yang tercipta disana, ada kebersamaan yang terjalin di atas sana, ada nikmat luar biasa di atas sana sehingga jerih lelah kami tak terasa, ada asa yang kembali menggebu-gebu untuk bisa menginjakkan kaki di puncak gunung lain. Kami pun saling memberi tos dan pelukan pertanda "bersama kita bisa". Bukan tentang siapa yang lebih cepat, tapi tentang bersama-sama mencapai puncak.
detik-detik menuju puncak |
puncak Gede |
Bersama kita bisa |
kembali turun ke basecamp |
Puncak Gede ini bentuknya memanjang, kemudian seperti yang kalian lihat pada foto, memang saat kami sampai puncak, kabut tebal turun sehingga seluruh pemandangan tertutup kabut tebal dan selang beberapa menit kemudian, hujan rintik-rintik turun. Di atas pun hembusan angin sangat kencang. Lalu setelah puas berfoto-foto, sang ketua kami segera mengajak kami turun sebelum hujan besar tiba. Kami menurut, lalu kami ambil arah ke kiri menuju jalur Cibodas.
Pukul 1 siang tepat kami melangkahkan kaki kami meninggalkan puncak, belum ada 1 jam perjalanan turun kami, hujan besar pun datang seperti kekhawatiran kami, lalu kami langsung menyiapkan jas hujan kami, berteduh sebentar, setelah semua memakai jas hujan kami melanjutkan perjalanan kami.Tak disangka perjalanan turun pun sama beratnya dengan perjalanan naik, ditambah hujan yang membuat jalur menjadi licin dan kami harus ekstra hati-hati. Kami pun melewati yang namanya Tanjakan Setan, bedanya dengan posisi kami harus turun, lalu melewati pos kandang badak, pos yang sangat sejuk dan luas untuk berkemah serta disuguhi suara gemuruh air terjun, ada juga warung di pos ini, di pos ini juga kita bisa menentukan akan ke puncak Pangrango atau ke puncak Gede, kami istirahat sejenak di pos ini, lalu melanjutkan perjalanan ke pos kandang batu, masih dengan jalur tanah yang licin karna habis diguyur hujan dan ada genangan air di beberapa jalur yg kami lewati. Di jalur Cibodas ini kita akan melihat air terjun Cibereum mengalir deras, kemudian harus melangkahi pohon besar yang tumbang di tengah jalur dan itu sangat licin ketika hujan tiba, selama turun ada beberpa kali kami menemui air terjun, dan yang terparah di jalur ini ialah kami harus melewati jalur air panas. Hari pun memberi komando kami agar fokus dan tidak bercanda ketika melewati jalur ini karena sangat berbahaya, jalur berupa lereng curam beralaskan batu-batu kali yang dialiri air panas, di sisi kanan ada semacam air terjun kecil tetapi airnya panas dan pandanganpun terhalang uap air, di sisi kiri terdapat jurang, walau dibatasi rantai besi pengaman tapi rantai ini rendah dan tetap berbahaya, jalur ini licin dan sempit, kaki pun terasa panas bila berpijak di batunya, oleh karena itu melewati jalur ini harus satu-persatu dan fokus, seebab bila terpeleset sedikit akan fatal akibatnya, dan harus bergantian dengan pendaki yang ingin naik. Lalu dengan sangat hati-hati kami pun berhasil melewati jalur ini, puji syukur tidak ada yang terpeleset. Waktu terus bergulir, langit terang berubah menjadi gelap, dan perjalanan kami masih jauh untuk sampai di pos awal pendakian Cibodas. Headlamp mulai kami pakai. Saya pun sudah mulai terpincang-pincang, walau sudah memakai trekking pole tetap dibantu oleh pacar saya agar bisa sampai dengan segera, tak jarang kami berhenti beristirahat sejenak, kaum pria pun ada yang sudah mengeluh dengkulnya lemas, Sekitar pukul 7 malam jalan kami melambat, kami membentuk formasi siapa yang di depan, tengah ,dan belakang, sejak saat itu, saya pun hampir tidak mengeluarkan suara karena merasa lelah sekali. Entah bagaimana urutan jalur yang kami lalui saat itu, saya tak mampu mengingatnya, yang saya tau pukul 10 malam kami baru sampai di jembatan kayu, pacar saya yang sejak jam 7 menuntun saya pun dibantu hari membawa carriernya dari jembatan ini, karena punggungnya sudah merasa sakit, langkah kaki saya semakin pelan dan akhirnya pukul 11 malam kami sudah keluar dari jalur kawasan hutan lebat dan melihat ada rumah-rumah warga, yang menandakan kami sudah sampai di pos awal untuk melaporkan diri kalau kami berhasil turun dengan selamat dan kami pun seluruhnya langsung merebahkan diri kami di teras musholla yang ada dekat situ, mengistirahatkan kaki kami yang lemas, sakit, dan terpincang-pincang, bahkan Deden sudah membebat lutunya dengan kain. 30 menit beristirahat, kami melanjutkan perjalanan ke warung Teteh Nyai untuk bersih-bersih, makan, dan siap-siap pulang. Dengan begitu berarti perjalanan kami turun lebih lama dibanding perjalanan kami naik. Naik 9 jam, turun 10 jam. Dimana seharusnya perjalanan turun bisa lebih cepat dibanding naik. Mungkin kaena kami turun terlalu siang, ditambah hujan, dan gelap.
Singkat cerita pukul 2 subuh kami semua sudah siap untuk pulang. Kami berpamitan dengan teteh nyai dan naik angkot ke arah pertigaan Cibodas untuk melanjutkan perjalanan dengan Bus menuju terminal Kampung Rambutan. tak butuh waktu lama untuk menunggu bus, 2.30 kami sudah bisa mendapatkannya dan sampai di terminal Kampung Rambutan pukul 5 pagi. Bersyukur karena hari itu Hari Minggu, jadi kami punya waktu panjang untuk mengistirahatkan tubuh kami sebelum kembali ke rutinitas di hari senin. Walau perjalanan kami usai, tapi kebersamaan kami tak pernah putus. Kami saling berpamitan dan semua sampai di rumah dengan selamat.
the end~
Beriktu informasi yang kiranya teman-teman butuhkan:
- Bus terminal Kamp. Rambutan - pertigaan Cibodas = Rp 25.000/org, waktu tempuh +/- 3 jam (kondisi jalan tidak lancar)
- Angkot kecil pertigaan Cibodas - Balai Besar TNGGP = Rp 5.000/org, waktu tempuh +/- 15 meni
- SIMAKSI = Rp 32.500
- Charter angkot untuk ke gunung putri Rp 120.000 (kalau tidak salah ingat), waktu tempuh dari warung teteh - jalur gunung putri +/- 1 jam
- Kalau mau nomor hp teteh nyai nanti bisa saya mintakan ke Hari
- Angkot kecil saat pulang dari Teteh Nyai - Pertigaan Cibodas Rp 6.000/org
Sekian, Semoga Bermanfaat :)
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya: Tshirt Dakwah Islam
ReplyDeleteMau Cari Bacaan yang cinta mengasikkan, disini tempatnya Cinta Karena Allah