aku, kamu dan alam kita
aku tak lihai berbasa-basi,
aku hanya ingin jujur menceritakannya
ini perihal dirimu, kekasih hatiku..
Perjalanan itu begitu menyita tenagaku, di lahan luas beribu-ribu hektar nan indah, aku dirikan kemahku, cukup kokoh untuk menjadi tempat berlindung tubuh yang lemah ini, juga nyaman untuk menyelimuti raga ini dari dinginnya udara pegunungan.
Sejenak kupejamkan mataku, tak terasa aku larut dalam kenyamanan kemahku, kemudian aku terbangun karena derasnya tiupan angin. Penunjuk waktu memberitahuku agar lekas bangkit dari alas tidurku dan melanjutkan perjalananku menyongsong fajar kemerahan di atap tertinggi ketiga Jawa Barat. Kubuka pintu kemahku, kupandangi langit pagi itu, kuamati suasana sekitarku, tak ada tanda-tanda sang surya kan nampak, yang terlihat hanya embun beku.
Lalu ku termangu.. cuaca pagi itu mengingatkanku akan sosok lelakiku disaat pertama kali kudekat dengannya, seperti bekunya embun kala itu, sosoknya pun dingin, acuh tak acuh, tak sekali dua kali hati ini dibuatnya merana, tapi aku tetap bertahan, serupa dengan kondisiku di gunung itu, walau dingin menyelimuti, tapi tak pernah ada niat secuil pun untuk berlari, bergerak menghalau dingin, yang ada malah kunikmati dingin itu. Tak ada keluhan walau dingin menusuk tulang, setegar itu pula hati ini menghadapi pilu yang sering dihadirkannya dahulu.
Rupanya perjuanganku untuk mendapati pemandangan indah di ketinggian seia sekata dengan perjuanganku menggapai indahnya dicintai olehmu. Tak selalu mulus, penuh rintangan, menguras tenaga, waktu, dan fokusku, penuh peluh, bedanya tak hanya fisik yang letih, hati pun, tak hanya ruahan keringat yang keluar, air mata pun. Aku hanya perlu berjuang lebih tangguh, menghadapi, tidak melarikan diri, tetap setia berada di jalur yang benar, terus memandang langit luas agar ku paham ada secercah harapan, hingga aku tak berhenti berusaha. Sampai pada akhirnya keanggunan yang ku nanti itu tiba, jerih payahku tidak sia-sia. Pengorbananku terbalas seluruhnya bahkan lebih dari apa yang kudambakan. Diperlakukan bak puteri kerajaan, dihujani kasih sayang yang begitu dasyat, bahagiaku dibuatnya menjadi kebutuhannya. Laksana alam yang membisu namun menghadirkan keceriaaan dan kedamaian bagi pecintanya, demikian lelaki ku kini, ia tak ahli bertutur kata romantis, namun lewat perangainya ia memberi keteduhan dan sukacita bagi jiwaku.
debu tanah, kerikil, batu-batu besar, tanjakan curam, lalu melihat jelitanya padang edelweis..
terbentur, tersandung, terjungkal, terjatuh, lalu terdidik menjadi perkasa..
sama seperti
sama seperti
Diacuhkan, merana, nelangsa, bersimbah air mata kemudian bahagia luar biasa,.
tak ada hasil yang mengingkari usahanya
kini ku paham pentingnya sebuah proses..
Kepada semesta kulantunkan sabda cintaku agar dipeluknya kehendak hati ini,
jika berkenan, biarlah tak hanya gunung dan lautan yang kami arungi, namun rumah tangga pun
jika berkenan, agar tetap ia, kekasihku itu yang merajai singgasana hati ini sekarang, selalu, dan selamanya~
Comments
Post a Comment