Pertama kalinya Naik Gunung
Tahun 2014, kira-kira bulan Agustus dimana saya masih bekerja di kantor lama, sebuah KAP big four 8 huruf, suatu hari tiba-tiba senior saya berinisial TR bercerita kalau dia bersama 2 orang temannya habis naik gunung, dan kemudian memamerkan foto-foto pendakiannya ke saya, lalu sejenak saya terperangah akan keindahan gunung tersebut. Dalam hati saya katakan tanpa ragu saya harus kesana. Tak lama kemudian saya langsung menginterogasi Kak TR tentang pendakiannya, saya menananyakan nama gunungnya, lokasinya, tranportasi menuju kesana, trek pendakian, lama pendakian, berapa banyak uang yang dibutuhkan selama perjalanan, serta tips pendakian. Tak cukup puas dengan jawaban yang diberikan si kakak, saya berlanjut dengan menelusuri mbah google tentang pendakian ke Gunung Prau (setelah diberitahu namanya). Hasil googling ke beberapa sumber mengatakan kalau Prau hanyalah "gunung hore", dianggap mudah dan cocok untuk pemula. Dengan bermodal pengetahuan dari mbah google itulah beberapa detik kemudian saya langsung berinisiatif mengajak teman-teman yang menurut saya bisa diajak mendaki gunung, lalu saya kirimkan pesan ajakan mendaki pada pertengahan September melalui whatsapp (di dalamnya saya sertakan informasi-informasi yang kira-kira akan mereka tanyakan) yang diakhiri dengan kalimat "coba googling deh pendakian Gunung Prau". Sekitar 5 orang teman saya kirimkan pesan tersebut. Setelah mereka terima ajakan tersebut, pertama-tama hampir semua ingin ikut tetapi lama kelamaan banyak yang membatalkan karena berbagai alasan, ada yang tidak cocok waktu dan tanggalnya, ada yang disibukan dengan urusan kerjaan, ada yang tidak diperbolehkan orangtuanya, dan akhirnya tinggal tersisa 1 orang yang berniat untuk pergi, dan dia adalah teman dekat saya sejak SMA, Selly namanya. Karena adegan ajak-mengajak dan negosiasi dengan teman ini memakan waktu yang cukup lama hampir 2 mingguan dan saya tidak memiliki waktu yang banyak kalau benar-benar ingin pergi di pertengahan bulan September, sebab harus memesan tiket kereta terlebih dahulu atau akan kehabisan tempat duduk. Atas alasan tersebut saya langsung chat Selly " Sel, gimana kalau berdua doang jadinya, lo tetep mau apa enggak?" Selly pun keberatan, dengan alasan kami ini pemula belum pernah mendaki gunung sama sekali, belum tau medannya, wanita pula, ditambah harus membawa alat-alat pendakian, takutnya kami tidak sanggup. Akhirnya saya bilang ke Selly untuk mengajak pacarnya (saat itu) yang bernama Aldo. Selly pun setuju dan langsung gerak cepat. Lalu saya mendapat kabar baik bahwa Aldo bersedia ikut. Berbahagialah kami karena akhirnya jadi pergi juga. Esok harinya saya langsung memesan tiket kereta di Indomaret, dimana sebelumnya kami sudah sepakat untuk mencari tiket kereta yang paling murah, maka saya enggan mengingkari kesepakatan itu (halah bilang aja mampunya emang yang murah, li). Maklumlah, kami ini anak kuliahan yang baru lulus dan tidak ingin menyusahkan orangtua :) Saya langsung membeli tiket untuk pulang pergi, dan dapatlah tiket KA Ekonomi Serayu Malam jurusan Stasiun Jakarta Kota - Stasiun Purwokerto keberangkatan Kamis, 11 September 2014 pukul 21.05 dengan harga 35 ribu rupiah per orang dan kereta api yang sama untuk pulangnya, jurusan Stasiun Purwokerto - Stasiun Pasar Senen, keberangkatan Sabtu. 13 September 2014 pukul 18.55 dengan harga 55 ribu rupiah per orang.
Singkat cerita....
10 September 2014, Persiapan
Karena menurut hasil telusuran mbah google Prau itu "gunung hore" dan saya pun percaya, jadi persiapan alat-alat pendakian saya biasa saja. Saat itu saya belum punya alat-alat yang dibutuhkan untuk mendaki kecuali matras ( itu juga punya ayah saya). Oleh karena itu saya hanya memakai tas daypack biasa (yang dipakai ke kampus pada saat kuliah), sepatu kets (yang sebenernya sepatu voli), bawa sleeping bag yang boleh pinjam dari teman, bawa jaket yang biasa digunakan untuk naik motor, karena tidak punya jaket gunung. Kompor portable pun pinjam dari teman yang punya, tidak punya nesting jadi bawa panci kecil yang biasa digunakan di rumah untuk memasak mie instant, tidak ada celana training atau celana gunung jadi terpaksa pakai celana jeans yang agak longgar, sementara untuk urusan tenda adalah tugas Selly dan Aldo untuk mencari, dan akhirnya tenda di dapat dengan menyewa di tempat penyewaan alat-alat outdoor. Lalu untuk urusan logistik, saya dan Selly sepakat untuk membawa popmie, roti serta cemilan-semilan saja jadi tidak perlu membawa piring lagi, kemudian membawa gelas aqua 3 sesuai dengan jumlah kami, serta membawa energen, milo, ditambah nanti rencana nya akan membawa nasi bungkus yang dibeli di Dieng. Dari kami bertiga yang membawa carrier hanya Aldo seorang. Begitulah persiapan kami sebagai pendaki pemula dengan iming-iming yang didaki hanyalah gunun hore. Kami pun rela disebut pendaki abal-abal karena persiapan seadanya ini :)
Oh iya, kalau ada yang mau tahu dimana bisanya saya menyewa alat-alat outdoor bisa singgah ke penyewaanalatoutdoor.blogspot.com untuk yang daerah tempat tinggalnya sekitar Jakarta Barat.
Kamis, 11 September 2014
Akhirnya tiba juga hari yang dinanti-nanti itu, yaa kami sangat bersemangat untuk memulai petualangan pertama kami ke puncak gunung. Saya pribadi tak sabar menanti jam kerja usai. Sekitar pukul 8 malam kami sudah berkumpul di Stasiun Jakarta Kota. KA Serayu Malam pun datang tepat waktu pukul 9 malam, kami pun langsung menuju gerbong dimana tempat kami duduk dan mencari nomor kursi. Selang ebberapa menit kemudian kereta pun berangkat sesuai dengan jadwalnya. YEAAAYYY!!
Jumat, 12 September 2014
Sekitar pukul 8 pagi, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 11 jam, tibalah kami di Stasiun Purwokerto. Lalu kami langsung bergegas keluar stasiun mencari angkot ke arah Terminal Purwokerto. Ternyata di depan stasiun sudah tersedia banyak angkot berwarna merah yang siap mengantar para pendaki ke terminal. Langsung saja kami naik ke angkot yang sudah terisi beberapa orang agar cepat berangkat, dan ternyata semua orang yang berada di angkot itu ingin mendaki ke Gunung Prau juga. Kami pun berkenalan satu sama lain lalu mulai berbincang, ada 1 rombongan yang berisi 3 orang (2 laki-laki, 1 perempuan) yang menjadi teman ngangkot kami hingga sampai Patak Banteng, pos awal pendakian Gunung Prau. Jadi rombongan kami sekarang ada 6 orang.
Kondisi jalan raya di Purwokerto-Wonosobo berbeda jauh dengan ibu kota, disana jalanan tidak terlalu ramai, tetapi cara supir angkot mengendarai bus nya sama dengan supir angkot di ibu kota bahkan lebih parah. Jalan berliku tetap saja melaju kencang, mungkin mereka sudah terbiasa seperti itu. Untunglah kami selamat sampai di Desa Patak Banteng setelah menempuh perjalanan 3,5 jam dari Purwokerto.
Sampai di Patak Banteng pukul 14.30, bersyukur saat itu langit cerah secerah wajah dan hati kami yang bersemangat untuk sampai ke puncak gunung. Setelah sampai kami langsung menuju basecamp untuk melapor diri dan membayar retribusi pendakian. Kami berencana naik pukul 3 sore, tetapi rencana hanyalah sebuah wacana, akhirnya kami naik pukul 4, karena kami harus mengisi perut kami dahulu, bersih-bersih badan, dan packing ulang. Sampai-sampai teman kami yang bertiga tadi memutuskan untuk mendaki duluan dan meninggalkan kami. Sesudah kami cuci muka dengan air es (yaa, air di Dieng benar-benar seperti air es, sampai wajah terasa kaku saat terkena siraman airnya), tak lupa kami mampir ke warung nasi untuk membungkus makanan sebagai bekal kami di atas sana dan membeli air minum sebagai solusi atas dahaga kami nanti sekaligus untuk memasak air untuk kuah popmie dan menyeduh energen
Aldo, Selly, saya di warung nasi |
Tak lupa kami berdoa untuk memulai pendakian, bersyukur atas keselamatan selama perjalanan dan memohon perlindungan kepada Sang Empunya Semesta. Awal pendakian dimulai dengan melewati rumah-rumah warga lalu kami harus menaiki tangga yang lumayan tinggi menurut saya untuk sampai pada jalur pendakian yang sesungguhnya, trek awal saja sudah membuat kami yang permula ini kelelahan dan banyak berhenti untuk beristirahat dan foto-foto, tak hanya trek awal, diselanjutnya pun seperti itu. Ternyata yang menurut orang-orang trek Prau mudah, bagi kami tak semudah itu, mungkin karena kami pemula ditambah harus menenteng tenda, 1 matras, 1 sb (karena tidak cukup dimasukan tas atau kami yang tak pandai packing), trek prau ini juga licin bagi mereka yang tidak menggunakan sandal atau sepatu gunung, trek berupa tanah debu, Sama sekali bukan "gunung hore" menurut kami. Semakin ke atas trek semakin parah, dan yang terparah adalah beberapa tanjakan harus kami naiki dengan berpegangan pada tali yang diikat di ranting pohon dan harus mengantri satu-satu naiknya, karena kalau ramai-ramai rantingnya tidak kuat. Bahkan Selly sempat terpeleset disaat naik berpegangan tali. Untunglah saat itu banyak pendaki juga yang naik Prau, jadi kami pun banyak mendapat pertolongan dari pendaki lain, tak sedikit pula yang berpapasan lalu memberi semangat kepada kami yang tampak kelelahan. Memang benar ya pendaki gunung itu ramah dan tidak mementingkan diri sendiri. Sudah 3 jam berlalu kami pun tak kunjung sampai ke puncaknya, padahal menurut mbah google rata-rata orang mendaki memerlukan waktu 3 jam saja, mungkin terlalu banyak istirahat dan foto-fotonya.
Beautiful Sunset |
Dan akhirnya setelah 4 jam pendakian, sampai juga kami di puncak sekaligus juga tempat camp kami, dan di atas sana sudah dipenuhi dengan tenda-tenda para pendaki, untunglah kami masih mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri sempurna kami pun lebih memilih berleha-leha dibanding makan, karena kami sudah terlampau lelah ditambah kedinginan. Akhirnya nasi bungkus yang kami bawa tidak tersentuh, kami hanya makan popmie dan ngemil, Kemudian kami langsung tidur mengistirahatkan tubuh kami. Tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit sejuta bintang tak membuat kami nyenyak, sesekali kami terbangun berganti posisi tidur ataupun terbangun karena udara dingin yang menusuk sampai ke tulang.
Jumat, 12 September 2014
Pukul 04.30 alarm berbunyi, tanpa kompromi kami langsung membuka mata, keluar dari sleeping bag, pakai sepatu lalu keluar tenda menanti golden sunrise di ketinggian 2565 mdpl. Dengan mata telanjang kami saksikan keindahak semesta dari atas gunung dan tak lupa mengabadikannya.
jam 5 pagi |
golden sunrise |
Dengan background Sindoro &Sumbing |
benderanya ketiup angin ^^ |
Setelah puas foto-foto ria dan matahari pun sudah menampakkan diri sepenuhnya, kami pun kembali ke tenda untuk sarapan dan persiapan turun.
Sekitar jam 8 pagi kami mulai turun. Kalau para pendaki lain turun dengan berlari juga loncat-loncat, kami anti-mainstream, saya dan Selly turun menggunakan bokong kami, alias mengesot, karena sepatu kami hanya sepatu kets dan trek sangat licin. Biarlah orang berkata apa yang penting kami selamat. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai basecamp hanya setengah kali lama perjalanan naiknya, atau 2 jam saja. Sambil berjalan menuju basecamp untuk melapor diri lagi, kami singgah sebentar ke rumah salah seorang warga untuk menumpang bersih-bersih, karena pakaian dan tubuh kami penuh debu. Selesainya kami langsung ke basecamp dan saat itu menunjukan pukul 11 siang, kami masih punya cukup waktu untuk mampir ke tempat wisata lain di Dieng, karena kereta kami jam 7 malam dari Purwokerto. Kami pun langsung memutuskan ke Telaga Warna, salah satu tempat wisata yang terkenal juga di Dieng. Dengan modal bertanya-tanya kepada warga sekitar, kami putuskan untuk berjalan kaki ke sananya, karena menurut warga lokasinya dekat dari basecamp Prau. Tak mau repot membawa beban pendakian kami, akhirnya kami memilih mengetuk satu pintu rumah warga untuk menitipkan barang bawaan kami.
Kami hanya sebentar di Telaga Warna, karena ternyata lewat jalur yang ditunjukan warga hanya sampai di sisi lain dari Telaga Warna, kalau ingin sampai ke pintu masuk wisatanya harus berjalan lagi lumayan jauh, dan rasanya saat itu kami sudah tak ada tenaga lagi dan hanya berfoto sebentar lalu kembali ke basecamp. Pulangnya pun kami sempat menebeng mobil pick up yang tengah lewat dari perkebunan warga. Sampai di bawah kami langsung mengambil bawaan kami, langsung menuju jalan raya untuk mencari bus kembali ke Purwokerto. Ternyata dari Patak Banteng tak ada bus yang langsung ke Purwokerto, harus ke Terminal Wonosobo dulu baru dari situ menyambung bus ke Terminal Purwokerto. Dengan melalui jalan yang sama ketika kami berangkat, sampailah kami di Terminal Purwokerto. Di terminal kami menyempatkan diri untuk mandi, mengingat sudah 2 hari kami tidak mandi. Kamar mandi di terminal pun sangat mandi-able. bersih, tidak bau, dan lumayan besar, kami pun berganti-gantian mandi dan menjaga barang-barang kami. Selesai mandi sekitar pukul 17.30 kami langsung mencari angkot ke Stasiun Purwokerto, lama sekali menunggunya, usut punya usut kalau sudah sore menjelang malam sudah tidak ada lagi angkot ke stasiun, akhirnya kami naik taxi agar tidak ketinggalan kereta. Kurang lebih 15 menit kami sudah sampai di stasiun dan mengisi perut di warung nasi dekat stasiun. Setelah kenyang kami langsung menuju stasiun dan duduk manis di kereta menunggu keberangkatan menuju Jakarta. Sekitar pukul 03.30 pagi, kami sampai di Stasiun pasar Senen dan memutuskan pulang ke rumah menggunakan bus Transjakarta, yang pada saat itu baru beroperasi mulai jam 5 pagi. Menunggu jam 5 kami pun tidur sebentar kursi ruang tunggu stasiun, beruntunglah hari itu hari minggu, jadi kami bisa mengistirahatkan tubuh kami lebih lama di rumah sehingga bisa kembali bugar. Walaupun kenyataannya setelah bangun tidur hanya mata yang segar, bagian tubuh lain pegal-pegal dan ngilu. Tapi segala rasa lelah dan sakit kami terbayarkan karena kami mendapat pengalama sangat berharga yang kelak mampu menjadikan kami pribadi lebih tangguh dari sebelumnya.
Perjalanan ini mengajarkan saya banyak hal positif, seperti, kemandirian, kepedulian, pantang menyerah, keramah-tamahan, dan tentunya bukan membuat saya kapok mendaki gunung, justru malah ketagihan.
akhir kata.. Terimakasih Tuhan, terimaksih semesta, terimakasih Aldo dan Selly!!
Mungkin ini sedikit informasi yang teman-teman ingin tahu :
Dataran tinggi Dieng dari atas Gunung Prau |
Telaga Warna |
Perjalanan ini mengajarkan saya banyak hal positif, seperti, kemandirian, kepedulian, pantang menyerah, keramah-tamahan, dan tentunya bukan membuat saya kapok mendaki gunung, justru malah ketagihan.
akhir kata.. Terimakasih Tuhan, terimaksih semesta, terimakasih Aldo dan Selly!!
Mungkin ini sedikit informasi yang teman-teman ingin tahu :
- Angkot Stasiun Purwokerto - Terminal Purwokerto : Rp 3.000,00
- Bus Purwokerto - Wonosobo : Rp 25.000,00
- Angkot kecil ketika diturunkan oleh supir untuk transit : Rp 2.500,00
- Bus Wonosobo - Dieng : Rp 10.000,00
- Retribusi Prau : Rp 3.000,00
- Nasi bunngkus dengan lauk tempe orek, soun goreng : Rp 4.000,00
- dari pos 1 ke pos 2 ada warung yang menjual air minum, gorengan, dan semangka
- selain naik kereta, ke monosobo juga bisa dengan bus. Caranya naik dari terminal Lebak Bulus jurusan Wonosobo nanti turun di Terminal Wonosobo, lalu lanjut mini bus ke arah Dieng dan berhenti di Desa Patak Banteng
- Di tahun 2015, nampaknya sudah tidak ada lagi terek yang menggunakan tali untuk naiknya, jalurnya sudah diperbarui
- Di Patak Banteng juga ada yang menyewakan matras (dulu harganya Rp 5.000 / malam) dan juga tenda, ada hyga yang menjual sarung tanga, kaos kaki, kupluk kalau ada yang lupa membawanya
Sekian, semoga bermanfaat :)
Salam Lestari! |
Comments
Post a Comment